Pemerintah kembali mengeluarkan sebuah kebijakan yang menguntungkan bagi para pelaku bisnis dengan skala kecil dan menengah. Kebijakan ini adalah perlakuan pengenaan PPh atas penghasilan yang diperoleh bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha (omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar setahun. Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tanggal 12 Juni 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Siapakah Wajib Pajak yang dimaksud dalam ketentuan ini yang berhak mendapatkan fasilitas ketentuan ini dan bagaimanakah pelaksanaannya? Dalam tulisan berikut, penulis akan mengupas isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Namun karena hingga tulisan ini dibuat, masih belum ada peraturan pelaksana dari PP Nomor 46 Tahun 2013 ini (Peraturan Menteri Keuangan atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak), maka masih ada beberapa pelaksanaan teknis yang masih harus menunggu diterbitkannya peraturan pelaksananya. Ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 ini antara lain adalah:
Wajib Pajak Yang Dapat Menerapkan Ketentuan Ini
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang atas penghasilan dari usahanya dikenai PPh yang bersifat final adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria:
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan tidak termasuk bentuk usaha tetap (BUT); dan
menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 tahun pajak.
Wajib Pajak yang dimaksud di atas yang tidak dapat menerapkan ketentuan ini adalah:
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
1 menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
2 menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Wajib Pajak Badan, adalah:
a.Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b.Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000
Tarif PPh dan Ketentuan Pengenaannya
Besarnya tarif PPh bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah sebesar 1% dan bersifat final. Pengenaan PPh ini didasarkan pada peredara bruto dari usaha dalam 1 tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000 dalam suatu Tahun Pajak, maka Wajib Pajak tetap dikenai tarif PPh final 1% ini sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Sedangkan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya barulah dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh (tarif umum).
Pengenaan PPh dengan tarif 1% dan bersifat final ini tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang telah dikenai PPh yang bersifat final lainnya. (Misalnya untuk penghasilan dari jasa konstruksi tetap dikenakan tarif PPh final untuk jasa konstruksi sebesar 2% untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil).
Pengenaan PPh dengan tarif 1% dan bersifat final ini hanya berlaku untuk penghasilan dari usaha sedangkan untuk penghasilan selain dari usaha tetap dikenakan tarif PPh berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh (tarif umum).
Dasar Pengenan dan Perhitungan PPh
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final ini adalah atas jumlah peredaran bruto setiap bulan.
Pengenaan PPh dihitung berdasarkan tarif 1% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang berdasarkan ketentuan UU PPh dan aturan pelaksananya.
Kompensasi Kerugian Fiskal
Wajib Pajak yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan ketentuan ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan:
kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun pajak;
Tahun Pajak dikenakannya PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu 5 tahun tersebut;
kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.
Ketentuan Khusus Terkait Peredaran Bruto sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Peredaran Bruto sebagai Dasar Pengenaan PPh yang bersifat final ini adalah:
didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 bulan;
didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya peraturan ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan ini di bulan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku
didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan ini.
Saat Berlakunya Ketentuan Ini
Ketentuan pengenaan PPh yang bersifat final sebesar 1% atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ini mulai berlaku sejak 1 Juli 2013.
sumber : https://id-id.facebook.com/kursuspajakprivate/posts/470777506344799
Tidak ada komentar:
Posting Komentar